Tahun Baru
Saya pernah membayangkan, bagaimana seandainya pada malam
tahun baru malaikat Israfil tergoda meniup terompet sangkakala?
Tahun berganti. Kita pun segera membiasakan untuk
mencatatkan angka tahun 2013; di buku-buku kerja, di surat-surat, di kwitansi,
dan juga barangkali di salah satu sudut lembaran pertama buku novel yang baru
dibeli. Awal-awal mungkin kita masih terlupa mencatat angka tahun baru itu –
karena serasa masih di tahun 2012, dan betapa itu akan menyadarkan kita bahwa
tahun telah berganti, dan waktu terasa begitu cepatnya berlari.
Almanak di rumah, di kantor, juga akan segera berganti
dengan yang baru, tahun 2013. Hanya jam dinding yang tidak berganti. Tetap jam
yang itu-itu juga dari tahun ke tahun – kecuali baterainya yang sering diganti
karena mati.
Seperti biasa, perpindahan tahun akan selalu disambut dengan
gegap-gempita. Pesta-pesta dan arakan-arakan. Dari pesta jalanan hingga
ruang-ruang rahasia. Kembang-kembang api selalu saja memiliki pesona yang tidak
pernah bosan untuk dinikmati saat memancar di langit yang hitam di malam tahun
baru. Dentaman petasan dari yang terkecil hingga yang mampu membuat jantung berdebar
dan telinga berdengung seperti hendak mengguncang dunia agar tetap terjaga
meski malam telah larut. Juga terompet-terompet yang tak henti ditiup
seolah-olah dengan meniup terompet itu maka kita berhak atas malam pergantian
tahun itu, berhak ikut gembira, berhak menjadi bagian dari orang-orang yang
secara bersama-sama larut dalam euforia itu.
Namun saya pernah membayangkan, bagaimana seandainya pada
malam tahun baru itu malaikat Israfil tergoda meniup sangkakala? Begitu
banyaknya terompet yang ditiup pada malam tahun baru sehingga seolah-olah
dunialah yang sedang berteriak, tidakkah itu akan mengundang kejengkelan dan
kecemburuan Israfil? Barangkali merasa diejek oleh kesombongan manusia-manusia
yang seakan dengan meniup terompet itu dia merasa telah memiliki dunia ini.
Sedangkan kita telah membaca, malaikat Israfil senantiasa
meletakkan terompet sangkakala di mulutnya. Terompet itu di mulutnya sejak alam
raya ini diciptakan. Nah, tidakkah itu berarti sangkakala senantiasa siap
ditiupkan? Bayangkan pula, sebagai malaikat yang mendapat tugas satu-satunya
sebagai peniup sangkakala, tidakkah Israfil ingin segera melaksanakan tugas itu
agar tunai? Meniup terompet berupa tanduk raksaksa yang terdiri dari cahaya.
Bercabang empat; ke barat, ke timur, ke bawah bumi, dan ke langit ketujuh.
Besar tiap lingkaran dalam tanduk itu selebar langit dan bumi. Terompet itu
akan ditiup sebanyak tiga kali. Tiupan pertama membuat makhluk takut, tiupan
kedua makhluk mati, tiupan ketiga membangkitkan makhluk dari kubur.
Untunglah malaikat tidak punya selera humor. Misalnya
Israfil merasa tergoda untuk meniup terompet itu sebelum ada perintah dari
Tuhannya. Tidak juga akan iseng dua malaikat yang menemaninya, malaikat Jibril
di sebelah kiri dan malaikat Mikail sebelah kanannya, misalnya dengan merebut
terompet itu dari mulut Israfil. Namun, Israfil disebutkan selalu memasang
telinga untuk mendengarkan perintah untuk meniup sangkakala itu!
Tapi dunia memang penuh senda gurau. Maka perenungan malam
tahun baru adalah perenungan yang berdebam, lebam, bukan perenungan yang diam.
Pergantian tahun disambut seperti sebuah ujian yang berhasil dilewati, dan
kemudian menyosong tahun baru dengan gairah yang terlalu berlebihan pada malam
hari awal tahun itu. Meski ketika keesokan harinya, di siang hari pertama tahun
baru, kita terbangun dengan perasaan nelangsa menatap matahari siang yang telah
meninggi karena baru tidur pagi hari. Dan itu adalah matahari yang itu-itu
juga, meski tahun telah berganti. Lalu apakah bedanya tahun baru, selain hanya
almanak-almanak yang berganti dan usia kita yang dikurangi?
Barangkali di siang hari pertama itu juga akan ada perasaan
getir. Usia hidup terpotong, kita terus menua, jauh meninggalkan masa
kanak-kanak atau usia muda sepuluh atau duapuluh tahun lalu. Tapi juga
barangkali tetap akan ada perasaan gembira, karena berada di antara keluarga;
istri dan anak-anak tercinta. Menghitung-hitung hidup, baik dan buruk selama
tahun 2012 yang telah lewat. Lalu menatap hari-hari tahun 2013 dengan perasaan
riang, dan syukur.
Advertisement